Jumat, 30 April 2010

salam

Assalamu’alaikum

Plenary Discussion memang belum dimulai namun tidak ada salahnya jika mencoba membahas apa yang terjadi dalam scenario tersebut. Saya yakin setelah membaca uraian berikut tentunya ada perbedaan dan hal-hal lain yang perlu diperhatikan lebih lanjut . Karena memang saran dan bimbinganlah yang saya harapkan.

Berikut data yang didapat dari scenario yang ada :

DATA YANG DI DAPAT

===================================================================

Problems List Of Chief Complains And Present Illness

¢ Beberapa tahun yang lalu dia mengunjungi Afrika & Madagaskar

¢ Kembali Ke USA dengan keluhan Myalgia dan Malaise (1 Month before admission)

¢ Stool Analysis à Entamoeba Histolica dan Hookworm

¢ Diobati dengan Mebendazole dan Metronidazole (1 week before admission)

¢ Timbul Gejala seperti Flu dan demam

¢ Leher terasa kaku, sakit kepala, bingung dan Vivid nightmares (3 days before admission)

Riwayat Penyakit Dulu

¢ 6 bulan ketika diafrika melakukan aktivitas seksual dengan 4 partners.

¢ Tidak memakai kondom

¢ 2 bulan mengalami 1 episode gonococcal urethritis

¢ 3 bulan yg lalu tes HIV namun hasilnya negative

¢ Vital Sign :

Tekanan darah : 105/76 mmHg

Nadi : 75 kali/menit

Respirasi : 16 kali/menit

¢ Pemeriksaan Funduscopic à Normal

¢ Pada ekstrimitas à maculopapular rash

¢ CBC à Normal

¢ CD4 = 410 cell/[mm.sup.3]

¢ CD8 = 490 cell/[mm.sup.3]

¢ Tes Serologic untuk syphilis, Epstein-Barr Virus dan HIV à Negative

¢ P24 antigen à 5100 pg/mL

¢ HIV RNA à 3,6 million copies/mL

Perkembangan Selanjutnya

¢ Pada hari kelima perawatan di Rumah sakit mengalami keluhan : Sakit kepala, penglihatan mulai kabur.

¢ Semua pengkulturan negative

¢ Pasien dipindahkan ke Klinik pasient HIV

¢ Tidak ditemukan p24 pada plasma

¢ HIV RNA à 3000 copies/mL

¢ CD4 = 650 cell/[mm.sup.3]

¢ Dilakukan tes serologic HIV ulang à ditemukan gp120, gp160

¢ Setelah satu tahun kemudian à Asymptomatic

APA YANG TERJADI PADA PASIEN?

===================================================================

Berdasarkan data tersebut cukup jelas untuk menjawab pertanyaan diatas bahwa pasien terkena HIV+. Apakah pasien sudah menderita AIDS? Jawabannya adalah belum karena memang HIV dan AIDS itu berbeda. HIV (Human Immunodefisiensi Virus) adalah nama sebuah virus yang menyebabkan AIDS namun orang yang terkena HIV+ belum tentu akan menderita AIDS. Pasien HIV+ baru akan dikatakan menderita AIDS jika telah terjadi infeksi opportunistic dan tumbuhnya sel-sel tumor seperti Sarcoma Kapossi dan Cervical carcinoma serta infeksi-infeksi oleh mikroorganisme lainnya dikarenakan sistem imun/polisi tubuh kita telah lemah oleh HIV sehingga memberikan kesempatan bagi mikroorganisme pathogen lainnya berkembang biak menjarah supermarket tubuh kita.

APA BUKTI PASIEN TERKENA HIV?

Mari kita mulai dengan Afrika. Afrika dipercaya sebagai tempat asal dari virus mengerikan ini dan memang dalam perkembanganya penderita HIV/AIDS ditempat tersebut menunjukan angka yang sangat besar bahkan tertinggi didunia.

Namun tidak sampai disitu karena tak logis jika kita menganggap dengan mengunjungi Afrika maka kita akan terkena HIV/AIDS. Sungguh mengerikan sekali jika hal tersebut terjadi, mungkin Afrika akan menjadi benua yang kosong atau bahkan seperti sebuah tempat dalam cerita “Residence Evil”. HIV dapat menginfeksi seseorang melalui transfer cairan tubuh (Virus bebas) terutama cairan dari organ reproduksi seperti sprema dan cairan vaginal cairan lain yang dipercaya mengandung kuman HIV adalah darah dan air susu.

HIV menular melalui :

n Hubungan Sexual (Semen dan Cairan vaginal)

n Darah (Transfusi)

n Jarum Suntik Yang Terkontaminasi

n Air susu

Bagaimana dengan bersalaman, berpelukan, berciuman, batuk, bersin, air mata, memakan peralatan rumah tangga, gigitan nyamuk, mandi dan berenang bukankah mereka mengandung cairan tubuh seperti saliva saat berciuman atau keringat pada pakaian atau bahkan darah penderita HIV yang dibawa oleh nyamuk?

Memang benar bahwa saliva merupakan salah satu cairan tubuh yang mengandung virus HIV namun dalam kadar yang tidak mampu menginfeksi orang dengan kondisi system imun yang normal begitupula halnya dengan air mata. Virus ini mampu menginfeksi sel apa saja yang memiliki reseptor CD4 dan mungkin co-receptor tertentu seperti CXCR4 pada sel T dan CCR5 pada macrofag, mungkin hal ini yang menyebabkan bahwa gigitan nyamuk tidak mampu sebagai media penularan HIV/AIDS karena memang nyamuk bukan hotel yang nyaman untuk virus ini. Bagaimana jika karena hal tertentu dikemudian hari nyamuk menjadi hotel mewah dengan fasilitas yang lengkap untuk HIV? Tak bisa dibayangkan bahwa dengan malaria dan demam berdarah kita sudah cukup kecolongan apalagi virus mengerikan ini!!

Mari kita kembali ke scenario. Cukup jelas bukan! Bahwa pasien ketika di Afrika melakukan hubungan sexual dengan 4 partner (Bisexual~Homosexual & heterosexual) tanpa menggunakan kondom. Terlebih ditemukan laporan bahwa pasien menderita gonococcal urethritis yang merupakan Sexually Transmitted Infection atau dalam istilah Indonesia adalah PMS (Penyakit Menular Seksual) sama seperti halnya HIV. Dalam kaitannya dengan infeksi HIV/AIDS, United States Bureau of Census pada 1995 mengemukakan bahwa di daerah yang tinggi prevalensi PMS-nya, ternyata tinggi pula prevalensi HIV/AIDS dan banyak ditemukan perilaku seksual berisiko tinggi. Dari sisi lain kita dapat menambahkan bukti yaitu ditemukannya ruam-ruam maculopapular pada ekstremitas, sakit kepala, demam, malaise, bingung, myalgia yang memang merupakan tanda dari infeksi akut HIV . Andrew H. Lichtman dalam bukunya “Cellular and Molecular Immunology International Edition” menunjukan sebuah tabel memuat fase-fase dan manifestasi klinis penderita HIV dimana pada fase akut memang mununjukan gejala seperti yang saya sampaikan tadi.

Perhitungan terhadap perbandingan CD4 dan CD8 dapat dijadikan bukti tambahan bahwa pasien benar-benar sudah terinfeksi HIV. Mari kita buktikan :

CD4 = 410 cell/[mm.sup.3]

CD8 = 490 cell/[mm.sup.3]

Jadi CD4 : CD8 à 410 : 490 = 0,4

Kathryn L. McCance dalam bukunya “Pathophysiology The Biologic For Disease in Adults and Children” menyatakan bahwa nilai normal perbandingan CD4 dan CD8 sekitar 1,9. Jadi cukuplah jelas bahwa pasien terinfeksi HIV+. Namun jika kita mengangkat perbandingan ini sebagai tanda pasien positif HIV tentunya akan timbul pertanyaan apakah perbandingan ini digunakan sebagai tanda seseorang terinfeksi HIV ataukah sudah menderita AIDS?

Jika memang pasien tersebut menderita HIV+ kenapa tes HIV menunjukan hasil yang negative? Pertanyaan ini dapat dilontarkan dan dijawab jika tes HIV yang dilakukan adalah untuk melihat anti body terhadap HIV pada pasien tersebut. Karena memang antibody untuk HIV baru dapat muncul setelah + 2-6 bulan sejak terinfeksi virus. Satu hal yang pasti bahwa telah ditemukan p24 pada serum yang tak lain merupakan protein inti dari HIV.

Tapi tenang saja karena kita sudah mendapat bantuan dalam akhir scenario tercatat setelah dilakukan tes serologic ulang ternyata ditemukan gp120 dan gp 160. Molekul Glicoprotein dengan berat molekul 120 kD dan 160 kD merupakan molecul membrane HIV yang kelak berikatan dengan reseptor CD4 pada sel target khususnya gp120.

Jadi pasien memang sudah terinfeksi HIV+.

APA BENAR PASIEN BELUM MENDERITA AIDS?

Di awal saya jelaskan bahwa pasien belum menderita AIDS namun sudah terinfeksi HIV. Apakah saya bercanda dengan pernyataan tersebut? Bukankah setelah pemeriksaan feses ditemukan Hookworm dan Entamoeba Histolica yang sepintas menunjukan bahwa mereka merupakan infeksi opportunistic dimana infeksi ini merupakan salah satu tanda beralihnya gelar “Pasien dengan HIV” menjadi “Penderita AIDS”! Dengan cekatan dalam scenario sang dokter memberikan Mebendazol guna menghambat sintesis mikrotubulus nematode (Hookworm), sehingga mengganggu ambilan glukosa yang ireversibel dan akhirnya mati sedangkan Metronidazole digunakan untuk pengobatan amubiasis ekstraluminal atau pada dinding usus dan jaringan lain dengan bekerja pada tropozoit entamoeba histolyca namun tidak efektif pada stadium kistae. Cukup membingungkan memang tapi mari kita lihat pada kamus tercinta Dorland ; opportunistic menunjukan micro-organisme yang tidak biasanya menyebabkan penyakit namun yang, dibawah keadaan tertentu (e.g. respon imun yang terganggu akibat penyakit lain atau terapy obat). Dapat diambil kesimpulan bahwa infeksi opportunistic merupakan infeksi oleh mikro-organisme yang secara normal tidak namun dikarenakan terjadi penurunan system imun misal oleh HIV maka mereka mampu menyebabkan infeksi. Berikut daftar infeksi opportunistic :

Infeksi Opportunistic Penderita HIV/AIDS :

¢ Protozoa (Pneumocystis carinii, Cryptosporidium)

¢ Bacteria (Toxoplasma, Mycobacterium avium, Nocardia, Salmonella)

¢ Fungi (Candida, Cryptococcus neoformans, Coccidioides immitis, histoplasma capsulatum)

¢ Viruses (Cytomegalovirus, Herpes symplex, Vericella-Zooster)

¢ Tumors

- Lymphomas (inluding EBV-associated B Cell Lymphomas)

- Kaposi’s sarcoma

- cervical Carcinoma

¢ Encephalophaty

¢ Wasting Syndrome

Berdasarkan pernyataan tersebut tentulah kita sedikitnya mampu mengambil kesimpulan bahwa entamoeba histolyca dan hookworm bukanlah mikro-organisme penyebab infeksi opportunistic. Hal lain yang perlu disampaikan adalah bahwa untuk memasuki tahap AIDS, seseorang harus melewati dulu dengan apa yang dinamakan masa laten dimana tidak ditemukan adanya tanda dan gejala terinfeksi sejumlah virus. Pada akhir scenario menunjukan bahwa setelah pemeriksaan ulang tidak ditemukan p24 dalam serum dan kemudian pasien memasuki tahap dimana asymptomatic atau tanpa gejala. Hal ini tentunya lebih menguatkan lagi bahwa keadaan yang terkini (paling akhir) pasien dalam kondisi tanpa gejala dalam arti pasien telah memasuki masa laten dimana terjadi penurunan kadar CD4 yang progresif dan terjebaknya virus HIV didalam limfonodi sehingga kita tidak akan menemukan p24 didalam serum. Setelah ini timbul pertanyaan ; apakah sebenarnya kuadrat infeksi opportunistic itu? Apakah selalu fase penderita HIV harus memasuki masa laten? Apakah fase-fase tersebut selalu berurutan dalam artian “Infeksi akut à Masa laten à Infeksi Opportunistic”? pertanyaan tersebut timbul mengingat keadaan akhir pasien adalah telah memasuki masa laten serta hubungannya dengan Hookworm dan entamoeba histolyca atau barangkali ada yang mengikutsertakan gonococcal urethritis!

LALU APA YANG HARUS DILAKUKAN PASIEN?

Prognosis sebuah penyakit infeksi tidak terlepas dari tiga faktor yaitu antigen, keadaan imunitas tubuh kita dan kecerdasan antigen tersebut melawan sistem imun. Betapa tidak bahwa virus pintar ini melemahkan sekaligus menghancurkan badan intelegent dan militer kita. HIV menyerang sistem imun selluler yang merupakan tonggak sistem imun tubuh terutama sel T CD4. Kita tahu bahwa sel T CD4 memberikan komando kepada Macrofag dan sistem imun selluler lain serta membantu Sel B dalam pembentukan antibody. Dalam perkembangannya kelak terjadi penurunan jumlah sel T CD4 secara progresif yaitu ketika memasuki masa laten masa dimana tanpa gejala begitu halnya dengan status akhir pasien dalam scenario saat ini.

Dikarenakan pasien dalam masa laten maka hal yang sangat dianjurkan adalah hindari faktor penyebab infeksi agar tidak terkena infeksi opportunistik dan akhirnya menderita AIDS. Jika terkena infeksi maka sitokin yang dihasilkan pada waktu proses infeksi tersebut akan mengaktifkan sistem replikasi virus HIV yang tengah non-aktif (tidur lelap).

Pengobatan Dapat dibagi menjadi 3 :

¢ Mengobati Etiologynya ;

· % Entrance Inhibitor

· % Reverse Transcriptase Inhibitor~Zidovudin

· % Integrase Inhibitor

· % Protease Inhibitor

¢ Mengobati Infeksi Opportunisticnya

¢ Mengobati Status Defisiensi~Transplantasi sum2 dsb

Catatan :

¢ HIV BELUM TENTU AIDS

¢ AIDS BELUM ADA PENYEMBUHAN

¢ TAPI SUDAH ADA PENGOBATAN

SO à PREVENTIF LEBIH BAIK :

¢ IFN à Penyusun Fikir Dia Harapan Kita!!!

· Aktivasi NK dan CTL (CD8+)

· Aktivasi Makrofag serta sel Th1

· Aktivasi Neutrofil

· Aktivasi Complemen

· Respon terhadap Virus

· Menginduksi sel menjadi resisten terhadap virus

· # Ekspresi MHC-I dan MHC-II

· Lewat CD4+ à Sel B à Switching à IgG

· (-) Proliferasi Th2

Hal yang tak boleh dihiraukan adalah tetap hidup sehat karena dengan hidup bersih dan sehat maka dapat perpanjang masa ini (masa laten) :

¢ Berdoa dan berusaha

¢ Makan teratur & bergizi

¢ Kerja & istirahat seimbang

¢ Cuci tangan secara teratur

¢ Olahraga

¢ Tidur yang cukup

¢ Hindari rokok, narkoba, alkohol

¢ Jauhkan stres

¢ Jangan salahkan diri atau yang lain atas infeksi kita

¢ Ingat bahwa HIV belum tentu AIDS jadi jangan putus asa

Penderita yang memasuki tahap AIDS lebih banyak laki-laki dibanding Wanita tapi resiko terinfeksi cenderung lebih utama wanita dibanding laki-laki. Berdasarkan teori fenomena gunung es 1orang HIV positif sebenarnya mewakili 100 orang HIV positif yang belum terdeteksi tes darah/HIV di masyarakat.

KESIMPULAN

1. Pasien menderita HIV dan telah memasuki masa latennya

2. Pasien dengan HIV+ belum tentu akan menderita AIDS

3. Berciuman dan gigitan nyamuk bukan metode penularan HIV.

4. Entamoeba Histolyca dan hookwarm bukan infeksi opportunistic

5. Obati dengan zidovudin dkk.. serta berikan edukasi

6. Karena tengah dalam masa laten maka pasien harus menghindari faktor-faktor penyebab infeksi opportunistic.

7. Pencegahan lebih baik daripada mengobati

–lebih mudah

–lebih nyaman

–lebih murah

–lebih efektif

8. Mengendalikan penyakit•Pengendalian lebih baik dari pada pengobatan

Wassalamu’alaikum

20060310098

++++++++++++++++
See this post in context

Tidak ada komentar:

Posting Komentar