Jumat, 30 April 2010

HIV biasa

HIV & AIDS
HIV adalah kependekan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Virus adalah jasad renik hidup yang amat kecil sehingga dapat lolos melalui saringan yang teramat halus atau ultra filter. HIV bentuknya seperti binatang bulu babi ( binatang laut ) yang berbulu tegak dan tajam. Orang yang mengidap HIV didalam tubuhnya disebut HIV + ( baca: HIV positif ) atau pengidap HIV. Orang yang telah terinfeksi HIV dalam beberapa tahun pertama ini belum menunjukan gejala apapun. Sehingga secara fisik bias saja kelihatan tidak berbeda dengan orang lain yang sehat. Namun dia mempunyai potensi sebagai sumber penularan, artinya dia dapat menularkan pada orang lain.
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunedeficiency Syndrome. Syndrome yang bahasa Indonesia – nya adalah Sindroma, merupakan kumpulan gejala dan tanda penyakit. Deficiency dalam bahasa Indonesia berarti kekurangan. Immune berarti kekebalan, sedangkan “ Acquired” berarti diperoleh atau di dapat. Dalam hal ini, “diperoleh” mempunyai pengertian bahwa AIDS bukan penyakit keturunan. Seseorang menderita AIDS bukan karena ia keturunan dari penderita AIDS, tetapi karena ia terjangkit atau terinfeksi virus penyebab AIDS, sehingga AIDS dapat diartikan sekumpulan tanda dan gejala penyakit akibat hilangnya/ menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang. AIDS merupakan fase terminal ( akhir ) dari infeksi HIV.
Apakah sebenarnya yang terjadi ketika HIV masuk ke dalam tubuh ? Mengapa ia merusak sistem kekebalan tubuh dan bagaimana cara HIV merusaknya ?
Manusia dengan imunitas atau sistem kekebalan tubuh yang sehat mampu memerangi infeksi dan bakteri karena adanya ‘serdadu – serdadu’ dalam tubuh yang mampu memerangi mereka. Serdadu – serdadu ini disebut sebagai sel darah putih. Mereka bekerja memerangi berbagai jenis infeksi dan benda – benda asing yang ditemuinya dalam tubuh agar seseorang tetap sehat. Cara kerja kerja sel darah putih adalah dengan memanggil bala bantuan serdadu lain (sel – sel tubuh) guna memerangi infeksi itu secara langsung, atau dengan memproduksi bahan kimia (antibodi) guna menetralisir benda - benda asing itu.
Menurut teori yang telah diterima secara meluas HIV menyerang sel darah putih (khususnya yang dinamakan CD4), si Pendekar dalam menjaga kekebalan tubuh manusia. CD4 adalah komandan yang mengatur pertahanan sistem kekebalan tubuh manusia karena kemampuannya yang baik untuk berkomunikasi dengan sel lain. Bila ada infeksi, maka CD4 sebagai komandan yang memberikan tugas pada sel – sel lain dalam tubuh untuk memerangi infeksi tersebut hingga tuntas. Kehadiran CD4 sangatlah dibutuhkan dalam menjaga kesehatan tubuh manusia. Karena, tubuh secara terus – menerus memproduksinya untuk membantu memerangi berbagai infeksi.
HIV masuk ke dalam tubuh dan menggunakan bahasa Cd4. Ia berkomunikasi dengan CD4 seolah – olah ia adalah salah satu bala tentara CD4. Namun, kemudian HIV menghasut molekul reseptor CD4 agar HIV agar HIV bias masuk ke dalam CD4. Setelah masuk, HIV lalu membajak peralatan genetika sel tersebut dengan diam – diam memasukan informasi genetikanya sendiri ke pabrik produksi sel CD4.
Akibatnya, CD4 bukan lagi memproduksi anggota brigade CD4 lannya, melainkan mulai memproduksi HIV secara massal. Brigade HIV yang baru diproduksi itu kemudian keluar dari CD4 dengan cara merobek membran sel CD4 sehingga CD4 menajadi mati dan rusak. Brigade HIV baru lalu ‘turun ke jalan’. Ke sistem darah manusia dan terus menipu serta merusak lebih banyak CD4 lainnya dalam tubuh.
Semakin banyak CD4 yang dibajak dan dirusak dan semakin banyak HIV yang diproduksi sebagai gantinya, maka semakin sedikt jumlah CD4 dalam tubuh kita, perlahan – lahan semakin lemah pula sistem kekebalan tubuh manusia terhadap infeksi dan benda – benda asing yang menyerang.
HIV memakan waktu lama sebelum menampakkan diri. Ia bersembunyi dalam CD4 dalam waktu yang cukup lama sebelum mulai dengan pesat memproduksi diri dalam jumlah banyak serta merusak CD4. Dengan cara bersembunyi dalam sel darah putih itu pulalah ia dapat menghindari serangan antibodi yang sudah beredar dalam darah dan yang berusaha membunuhnya. CD4 tidak dapat membunuh dirinya sendiri. Permainan petak umpet HIV yang licik ini berakhir ketika sudah cukupa banyak sela darah putih dalam tubuh manusia yang dirusaknya dan jumlah HIV dalam darah sudah cukup banyak untuk melumpuhkan kemampuan manusia untuk memerangi penyakit.
Penularan HIV akan terjadi bila ada kontak atau percampuran dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, yaitu :
a.Melalui hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap HIV. Hubungan seksual ini bias homoseksual maupun heteroseksual.
b.Melalui tranfusi darah dan transpalasi organ yang tercemar oleh HIV. Tranfusi darah yang tercemar HIV secara langsung akan menularkan HIV ke dalam sistem peredaran darah dari si penerima.
c.Melaui alat/ jarum suntik atau alat tusuk lannya (akupuntur, tindik, tato) yang tercemar oleh HIV. Oleh sebab itu pemakaian jarum suntik secara bersama – sama oleh para pecandu narkotika akan mudah menularkan HIV di antara mereka bila salah satu di antaranya seorang pengidap HIV.
d.Pemindahan dari ibu hamil yang mengidap HIV kepada janin yang dikandungnya
Mengingat pola tranmisi HIV atau penularan HIV seperti disebutkan di atas ini, maka terdapat orang – orang yang memiliki perilaku resiko tinggi dalam terinfeksi HIV, yaitu :
Wanita dan laki – laki yang berganti - ganti pasangan dalam melakukan hubungan seksual, dan pasangannya.
Wanita tuna susila dan pria tuna susila, seta pelanggannya.
Orang – orang yang melakukan hubungan seksual yang tidak wajar, seperti hubungan seks melalui dubur (anal)
Penyalahgunaan narkotika dengan suntikan, yang menggunakan jarum suntik secara bersama (bergantian)
Sebagaimana telah disebutkan, HIV mudah mati di luar tubuh manusia. Oleh sebab itu HIV tidak dapat ditularkan melalui kontak sosial sehari – hari seperti :
1.Bersenggolan dengan pengidap HIV.
2.Berjabat tangan.
3.Bersentuhan dengan pakaian dan barang – barang lain bekas penderita AIDS.
4.Penderita AIDS bersin atau batuk – batuk di depan kita.
5.Berciuman biasa.
6.Melalui makanan dan minuman.
7.Sama – sama berenang di kolam renang.
8.Menggunakan WC yang sama dengan pengidap HIV.
9.Melalui gigitan nyamuk dan serangga lain.

Saat HIV sudah masuk ke dalam tubuh manusia, maka dimulailah massa inkubasi yang cukup lama, yaitu antara 15 – 10 tahun. Massa inkubasi dari suatu penyakit adalah massa antara masuknya suatu bibit penyakit kedalam tubuh (infeksi) samapai mulainya orang tersebut menunjukkan tanda – tanda dan gejala – gejala sakitnya.
Pada infeksi HIV, dari mulai masuknya HIV ke dalam tubuh sampai timbulnya gejala – gejala AIDS berlangsung cukup lama yaitu seperti telah disebutkan, antara 5 – 10 tahun. Selama 5 – 10 tahun ini orang tersebut disebut pengidap HIV, yang tampak dari luar seperti orang sehat lainnya, karena belum adanya gejala sakit apapun. Namun walaupum ia belum menunjukkan gejala sakit apapun, seorang pengidap HIV merupakan sumber penularan.
Selanjutnya setelah periode 5 – 10 tahun ini dilalui barulah timbul gejala – gejala AIDS. Dan orang tersebut disebut penderita AIDS. Gejala – gejala dan tanda – tanda sakit munculnya secara bertahap, bertambah lama bertambah berat samapai akhirnya penderita meninggal dunia.
Yang perlu diketahui pula dengan adanya infeksi atau masuknya HIV kedalam tubuh manusia adalah adanya periode jendela (Window Period). Yaitu massa dimana orang tersebut telah terinfeksi HIV, tetapi bila dilakukan pemeriksaan darahnya maka belum menunjukkan hasil apa – apa (masih negatif) yang berarti zat anti bodi terhadap HIV belum dapat terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium. Periode jendela ini biasanya berlangsung antara 3 – 6 bulan dari sejak mulainya infeksi. Namun satu hal yang perlu diingat adalah bahwa sejak masuknya HIV, seseorang telah menjadi pengidap HIV dan ia dapat menularkan HIV sepanjang hidupnya.
Sehingga walaupun dalam massa periode jendela, orang tersebut sudah menjadi sumber penularan. Ia dapat menularkan virusnya kepada orang lain pada setiap kesempatan dan memungkinkan terjadinya penularan itu.

Tahapan perkembangan perjalanan HIV secara umum bias dibagi dalam beberapa tingkat.
1.Tahapan Primer
HIV positif, seseorang positif terkena HIV, namun belum menunjukan gejala berarti. Gejala – gejalanya mirip flu sehingga sering terabaikan (pusing, lemas, agak demam, dan lain- lain). Ini terjadi 2 – 4 minggu setelah seseorang pertama kali terinfeksi (terkena) HIV. Atau, dengan kata lain, setelah HIV masuk tubuh untuk pertama kalinya.

2.Tahapan Asimptomatik atau Tanpa Gejala
Seseorang yang HIV positif tidak menunjukan gejala sama sekali. Perlahan - lahan jumlah CD4 dalam darah menurun. Kadang ada keluhan berkaitan dengan lymphadenopathy (pembengkakan di kelenjar getah bening, tempat sel darah putih diproduksi).

3.Tahapan Simptomatik atau Tanpa Bergejala
Seseorang yang sudah terkena HIV mengalami gejala – gejala ringan, namun tidak mengancam. Seperti, demam yang bertahan lebih dari sebulan, menurunnya berat badan lebih dari 10 %, diare selama sebulan (konsisten, atau terputus – putus), berkeringat di malam hari, batuk sebulan lebih, dan gejala kelelahan berkepanjangan (fatigue). Sering kali gejala – gejala dermatitis mulai muncul pada kulit, infeksi pada mulut (oral thrush, hairy leukoplakia) dimana lidah sering terlihat dilapiosi lapisan putih, herpes, dan lain – lainnya. Kehadiran satyu atau lebih tanda – tanda terakhir ini menunjukkan seseorang sudah berpindah dari tahap infeksi HIV menuju AIDS. Bila hitungan CD4 turun pesat menjadi sel/mm3, umumnya gejala menjadi kian parah sehingga membutuhkan perawatan yang lebih intensif.

4.Tahapan Akhir/ Fullblown
Pada tahapan ini, seseorang telah menunjukkan gejala – gejala penuh AIDS. Ini menyangkut tanda – tanda yang khas AIDS, yaitu adanya penyakit – penyakit opportunistic seperti Pneumocytis Carinii (PCP), Candidiasi, Kaposi’s sarcoma, Tuberculosi (TBC), berat badan menurun drastic, diare tanpa henti, dan lain – lain yang akibatnya fatal. Gangguan syaraf juga sering dilaporkan, di antaranya hilangnua ketajaman daya ingat dna timbulnya gejala gangguan mental (dementia), ditandai perubahan perilaku secara progesif (umumnya akibat encephalopathy). Disfungsi kognitif sering terjadi. Tanda awal diantaranya adalah tremor (gemetar tubuh) serta kelambaan dalam gerak. Hilangnya kemampuan melihat dan paraplegia (kelumpuhan kaki) bias timbul di tahapan akhir ini. Penyebab gangguan syaraf pada kasus AIDS di antaranya adalah Cytomegalovirus (CMV), taksoplasma otak, meningitis cryptococcal, lymphoma pada otak, dan lain – lain.

Perjalanan dan cepat lamanya perkembangan HIV seseorang sifatnya sangatlah individual. Setiap orang cenderung memiliki set gejala yang berlainan. Umumnya, pesatnya perkembangan penyakit dari HIV positif kearah Fullblown AIDS tergantung pada berbagai faktor, termasuk riwayat medis orang yang bersangkutan, status kekebalan tubuh atau immunitasnya (berapa hitungan CD4 sehat dalam tubuhnya), kehadiran infeksi lainnya, perawatan yang diperolehnya, dan lain – lainnya. Di samping itu, gizi dan kebersihan lingkungan hidupnya juga berpengaruh pada taraf kesehatannya secara umum. Polusi udara dan udara yang lembab tanpa ventilasi yang memadai, dapat dengan cepat menurunkan kesehatan paru – paru seseorang pengidap HIV. Pola makan yang kurang sehat dan gizi yang jurang memadai bisa membuat kesehatan seseorang yang HIV positif menurun dengan cepat.
Menurut WHO, awalnya diperkirakan hanya sebagian kecil dari mereka terinfeksi HIV akan menunjukkan gejala AIDS. Namun, kini ditemukan bahwa sekitar 20% dari mereka yang HIV positif akan berkembang menjadi AIDS dalam waktu 5 tahun setelah terinfeksi dan 50% lainnya, dalam waktu 10 tahun setelah pertama kali tertular. Bila FullblownI, harapan bertahan menipis drastis.
Sebagaimana dapat dipahami dari keterangan di atas bahwa seorang individu bisa saja terkena HIV dan tidak menunjukkan gejala apapun (Asymptomatic) hingga waktu yang cukup lama (3 sampai 10 tahun). Karenanya, kita sering tidak mapu mendeteksi apakah seseorang itu HIV positif atau tidak hanya berdasarkan penampilan. Meskipun seseorang tidak menunjukkan gejala apapun, ia sudah dapat menularkan HIV pada orang lain. Seringkali, orang tersebut juga tidak menyadarinya dirinya sudah terkena HIV bila gejalanya belum tampak. Apalagi kita ! Lebih jauh lagi, meskipun ia sudah tahu dirinya HIV positif, ia mungkin tidak bias terbuka karena tidak yakin bagaimana orang lain akan bereaksi terhadap hal tersebut.




G.Penyakit Opportunistik
Dengan melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat rusaknya CD4, maka sesorang yang terkena HIV dengan mudah terserang penyakit apapun. Penyakit yang menyerang di saat sistem kekebalan tubuh manusia sedang rusak ini bisa disebut sebagai penyakit yang suka mencari kesempatan, alias penyakit opportunistic.
Penyakit Opportunistik (PO) ini bisa disebabkan oleh parasit, jamur, bakteri, virus ataupun lainnya. Contohnya adalah pneumocytis carinii (radang paru) dan toksoplasma yang disebabkan oleh parasit, jamur kandidiasis, bakteri tuberculosis, virus herpes simplex, kaposi’s sarcoma (kanker kulit khas), dan lain – lainnya. Perawatan dan pengobatan yang dilakukan bagi mereka yang terkena HIV terutama ditunjukan untuk mengendalikan penyakit – penyakit opportunistik.
Test HIV
1.Test Antibodi HIV
Tes HIV adalah suatu tes darah yang khusus dipakai untuk memastikan seseorang telah terinfeksi HIV atau tidak.
Manfaat dari tes ini adalah :
a.dapat membantu melindungi persediaan darah di bank darah. Adanya skrining darah donor untuk antibody HIV terbukti telah menurunkan secara drastic resiko penularan HIV melalui tranfusi darah.
b.Dapat menggambarkan besarnya masalah epidemi HIV/ AIDS di masyarakat.
c.Dapat mengetahui status HIV secara dini, sehingga dapat memberikan kesempatan pada orang tersebut untuk sesegera mungkin memulai pengobatan dan konseling.
2.Proses Test Antibodi HIV
Test HIV pada dasarnya menunjukkan apakah seseorang telah terinfeksi OLEH HIV atau tidak. Terjadinya infeksi HIV ini dapat dideteksi dengan mengetes adanya Zat anti atau disebut anti bodi terhadap HIV di dalam darah seseorang. Oleh sebab itu tes semacam ini secara lengkap disebut tes antibody HIV, walaupun kadang – kadang orang sering menyebut tes HIV saja. Tes jenis inilah yang umumnya sering dipakai untuk penjaringtan atau skrining darah donor sebelum darah diberikan. Di samping itu, terdapat juga tes untuk mengetahui adanya partikel virus atau HIV itu sendiri, atau disebut antigen, yang dilakukan untuk tujuan tertentu

Pelu diketahui , bila tubuh kita kemasukan suatu bibit penyakit, baik itu suatu bakteri, virus, atau lainnya (ini semua disebut antigen) maka tubuh kita akan membuat zat anti untuk melawan antigen tersebut. Zat nati ini disebut antibody, yang keberadaanya di dalam darah dapat dideteksi dengan pemeriksaan dengan menggunakan zat – zat tertentu (yang disebut reagensia). Tubuh membutuhkan wajtu tertentu untuk membentuk antibodi, yang kemudian dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium.

Pada infeksi HIV, adanya antibody yang dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium ini adalah setelah 3 sampai 6 bulan seseorang atau terpapar HIV.


sedangkan sebelum waktu ini, pemeriksaan darah tidak akan menunjukkan adanya antibody HIV. Walaupun pemeriksaan darahnya masih negative, namun orang tersebut sudah dapat menularkan NIV kepada orang lain.

3.Macam – Macam Tes untuk Mendeteksi Infeksi HIV
Saat ini, sudah tersedia beberapa jenis tes darah yang dapat membantu kita memastikan apakah seseorang yang meskipun tampaknya sehat dan gemuk – sudah terkena HIV. Beberapa tes darah yang tersedia saat ini diantaranya adalah :
a.ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay). Test tipe ini digunakan untuk mencari antibody yang ada dalam darah seseorang, termasuk HIV. Sifatnya sensitive dalam membaca kelainan darah.
b.Western Blot. Tipe tes yang juga melihat kehadiran antibody HIV. Tes ini lebih akurat, namun lebih mahal dibandingkan dengan ELISA. Tes ini dapat lebih spesifik dalam mendiagnosa kelainan dalam darah.
c.DIPSTICK HIV (En Te Be). Tipe tes ini adalah rapid tes yang murah dan pelaksanaannya cepat. Tes yang dikembangkan oleh Path ini sudah diproduksi di NTB, Indonesia. Sifatnya cukup sensitive dan spesifik dalam melihat kelainan dalam darah.
Cara lain selain dengan cara yang sering digunakan diatas ini adalah misalnya Immuno Fluorescent Assay (IFA), aglutinasi lateks, dan dot anzyme immunoassay (menggunakan kartu polysterene, dikenal denga cara Dipstik)
Sedangkan pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya antigen HIV adalah antara lain :
a.Pemeriksaan Antigen P24
Pemeriksaan ini digunakan untuk meramalkan/ memprediksi perjalanan penyakit. Peningkatan antigen P24 dalam tubuh seseorang berhubungan dengan memburuknya penyakit.
b.Cara Reaksi Rantai Polimerasi (Polymerase Chain reaction = PCR)
Tes cara ini hanya digunakan untuk kasus – kasus yang sulit dideteksi dengan tes antibody, misalnya bayi yang lahir dari seorang ibu pengidap HIV perlu dibuat Diagnosis (penentuan penyakit) sedini mungkin supaya dapat diobati secepat mungkin. Sedangkan pemeriksaan dengan cara yang biasa digunakan (yang mendeteksi adanya zat anti/antibody HIV)akan menunjukkan hasil yang tidak tepat, karena adanya zat anti yang berasal dari ibunya. Oleh karena itu digunakanlah cara PCR ini.

1.Pencegahan untuk melindungi diri dari HIV dan AIDS
Perli kita ketahui bahwa pandemi AIDs merupakan suatu kedaan darurat. Yang dimaksud keadaan darurat adalah suatu keadaan gawat yang memerlukan tindakan segera dengan cara apa pun untuk mencegah perkembangannya ke arah kondisi yang lebih parah (fatal).

Kedaruratan pandemi AIDS terletak pada kemungkunan penularannya. Oleh karena sekali tertular belum ada obat atau vaksinnya. Berdasarkan hal itulah satu – satunya cara penanggulangan HIV dan AIDS ialah dengan mencegahnya. Pencegahan tentu harus dikaitkan dengan cara – cara penularan HIV. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan seseorang dalam mencegah tertularnmya HIV dan AIDS, seperti berikut.
a.Pencegahan Penularan Melalui Kontak Seksual.
Seperti telah kita ketahui, infeksi HIV terutama terjadi melalui hubungan seksua, sehingga pencegahan HIV dan AIDS perlu difokuskan pada masalah hubungan seksual.
Untuk itu kepada setiap orang perlu dilakuakan penyuluhan agar memiliki perilaku seksual yang aman dan bertanggung jawab, yaitu :
1.Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Hubungan seksual hanya dilakukan melalui pernikahan yang sah.
2.Hanya mengadakan hubungan seksual dengan pasangan semdiri, yaitu suami atau istri sendiri. Tidak mengadakan hubungan seksual diluar nikah.
3.Bila salah satu pasangan sudah terinfeksi HIV, maka dalam melakukan hubungan seksual harus menggunakan kondom dengan benar.
Konsep pencegahan dikenal dengan istilah A B C (Abstinence, Be Faithfull, condom).
4.Mempertebal iman agar tidak terjerumus ke dalam hubungan – hubungan seksual diluar nikah.
b.Pencegahan Penularan melalui Darah.
Penularan HIV melalui darah menuntut kita untuk berhati – hati dalam berbagai tindakan yang berhubungan dengan darah maupun produk darah dan plasma.
1.Transfusi Darah
Harus dipastikan bahwa darah yang digunakan untuk transfusi tidak tercemar HIV. Perlu dianjurkan pada seseorang yang HIV (+) atau mengidap virus HIV dalam darahnya, untuk tidak menjadi donor darah. Begitu pula mereka yang berperilaku resiko tinggi, misalnya sering melakukan hubungan seks dengan ganti – ganti pasangan.

2.Penggunaan Produk Darah dan Plasma
Sama halnya dengan darah yang digunakan untuk tranfusi, maka terhadap produk darah dan plasma (cairan darah) harus dipastikan tidak tercemar HIV.
3.Penggunaan Alat Suntik, dan Alat – Alat Lain yang Dapat Melukai Kulit
Pengunaan alat – alat seperti jarum, jarum suntik, alat cukur, alat tusuk untuk tindik, perlu memperhatikan masalah sterilisasinya. Tindakan desinfeksi dengan pemanasan atau larutan desinfektan merupakan tindakan yangsangat penting utnuk dialakukan

c.Pencegahan Penularan Dari Ibu kepada Anak.
Seorang ibu yang terinfeksi HIV, resiko penularan terhadap janin yang dikandungnya atau bayinya cukup besar, kemungkinan sebesar 30 – 40 %. Resiko itu akan semakin besar bila si ibu telah terkena atau menunjukkan gejala AIDS. Oleh karena itu, bagi ibu yang sudah terinfeksi HIV dianjurkan untuk mempertimbangkan kembali tentang kehamilan. Resiko bayi terinfeksi HIV melalui susu ibu sangat kecil, sehingga tetap dianjurkan bagi si ibu untuk tetap menyusukan bayi dengan ASI –nya.

Jika ibu berniat untuk memberikan ASI, maka:
Berikan ASI eklusif selama 6 bulan menggunakan cangkir atau sendok.
Setelah 6 bulan, hentikan ASI dan berikan makanan tambahan
d.Pencegahan Melalui Pendidikan Gaya Hidup.


nah temen2 marilah kita membudayakain sikap dan perilaku setia pada pasangan kita, sebagai upaya dalam menekan angka penyebaran HIV/AIDS, kami bersedia berdiskusi atau bertukar informasi ini kapan saja. atau bisa datang ke basecame kami di : Jl. Raya Banyuputih Sebelah timur SD N )! Banyuputih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar