Jumat, 30 April 2010

AIDS UTAMA

background image
Pemeriksaan Laboratorium untuk
HIV
Dr. Imran Lubis
Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan R.I., Jakarta
PENDAHULUAN
Penyakit AIDS (AcquiredImmungdeficiencySyndrome atau
Sindrom Kekurangan Kekebalan) disebabkan oleh suatu virus
bemama Human Immunodeficiency Virus (HIV). Seperti virus
lainnya, virus ini hanya dapat hidup di dalam suatu sel hidup.
AIDS telah menyebar hampir ke semua negara di dunia.
Laporan kasus masih akan terus meningkat dengan tajam setiap
tahunnya. Perilaku seksual risiko tinggi, penggunaan donor
darah yang tercemar HIV, penularan dari ibu pengidap AIDS
ke bayi yang dilahirkannya, sarana transpor yang cepat, turis
dan faktor penunjang lain yang belum diketahui sangat
membantu penyebaran AIDS.
Saat ini maupun untuk 5 tahun mendatang, obat maupun
vaksin pencegah AIDS masih belum dapat ditemukan.
Penderita AIDS alcan diobati selama hidupnya, makin lama
penyakitnya makin memberat sampai meninggal.
Bila AIDS telah menyebar di masyarakat, tidak ada cara
yang efektif untuk penanggulangannya. Biaya penanggulangan
AIDS akan sangat mahal. Angka kematian balita meningkat,
begitu juga angka kematian orang dewasa. Status kesehatan
yang selama ini telah berhasil ditingkatkan akan kembali
menjadi rendah.
MORFOLOGI HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan nama
umum virus penyebab AIDS yang telah diputuskan olh WHO.
Nama lain HIV adalah HTLV III atau LAV. HIV terdiri dari 2
serotipe yaitu HIV­1 dan HIV­2. Terbanyak ditemukan adalah
HIV­1, sedangkan HIV­2 terutama ditemukan di Afrika. HIV­
2 diketahui tidak seganas HIV­1. HIV­1 biasanya cukup
disebut sebagai HIV saja.
HIV termasuk dalam golongan Retrovirus berinti RNA
RINGKASAN
HIV (Human Immunodeficiency Virus), virus penyebab penyakit AIDS, melumpuhkan
sistem kekebalan tubuh. Sel Target, T helper (T4) diserang sehingga sel ini tidak mampu
memulai rantai pembentukan antibodi seluler maupun humoral.
Infeksi HIV bersifat laten, seumur hidup. RNA dari HIV membentuk proviral DNA
yang mampu berintegrasi menjadi satu bagian dengan DNA sel induk. Perkembangbiakan
proviral DNA mengikuti perkembangbiakan sel induk. Setelah masa inkubasi 5­10 tahun,
dan akibat dari suatu faktor pencetus yang belurn diketahui sampai sekarang, bagian LTR
genome DNA mulai aktif membentuk RNA dari HIV generasi baru.
Setelah 2­3 bulan infeksi HIV, baru timbul IgM dan IgG anti HIV dalam darah
penderita. Diagnosis klinik penderita AIDS secara dini sangat sulit. Cara yang penting
untuk mengetahui penderita HIV adalah dengan melakukan pemeriksaan laboratorium
serologik, secara ELISA dan Western blot. Hasil pemeriksaan perlu diintcrpretasi secara
hati-hati, karena dapat memberikan hasil false positive maupun false negative.
Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 13
background image
(sebagian besar virus lain adalah DNA) dan mempunyai
enzim bemama reverse transcriptase yang mampu mengubah
kode genetik dari DNA ke RNA.Virus ini terdiridari inti (core)
dengan lapisan luar bernama amplop (envelope) (Gambar 1).
Gambar : Morfologi Human Immunoddiency Virus (HIV)
Envelope HIV berfungsi sebagai alat penting untuk me
-
nempelkan virus tersebut pada sel induk (sel hidup yang di-
serang, biasanya sel T helper), kemudian melubangi dinding sel
induk tersebut.
Envelope terdiri dari banyak komponen glikoprotein dan di
antaranya yang penting adalah gp 160, gp 140,gp 120. . Pem-
berian nama masing-masing glikoprotein tersebut sesuai
dengan berat molekulnya yang diukur menurut kilo Dalton.
Identifikasi laboratorik terhadap profit glikoprotein ini sangat
menunjang diagnosis keberadaan envelope virus dalam tubuh
manusia. Mengingat fungsi envelope ini, maka salah satu upaya
pembuatan vaksin adalah dengan membentuk/menimbulkan
antibodi yang mampu mengikat glikoprotein envelope sehingga
HIV tidak mampu lagi menempelkan dirinya pada sel induk,
dan infeksi tidak terjadi.
Bagian inti (core) HIV berfungsi penting untuk replikasi
virus di dalam sel induk, terdiri dari beberapa komponen
protein dan yang paling penting adalah p24, p16, p15 dan
enzim reverse transcriptase. Pada pemeriksaan Western blot,
penemuan band p24 positif merupakan suatu konfirmasi bahwa
HIV masih aktif. Bila p24 tidak ada atau tidak begitu jelas
maka hasil Western blot digolongkan indeterminate.
Sedangkan enzim reverse transcriptase yang ditemukan dalam
pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwaHIV sedang
dalam fase melakukan replikasi (perkembangan virus).
Obat AIDS golongan AZT dapat melumpuhkan enzim re-
verse transcriptase ini sehingga perkembangan virus berhenti
tetapi tidak mematikan. Kalau obat dihentikan maka HIV akan
mulai'berkembang lagi. Di dalam core terdapat sepasang gen
jenis RNA yang penting untuk pembentukan virus HIV
generasi baru.
PERJALANAN PENYAKIT AIDS
Virus AIDS (HIV) dapat menghindar bahkan mampu me-
lumpuhkan sistem kekebalan tubuh (immune system), yaitu sis-
tem pertahanan tubuh yang selalu timbul bila tubuh dimasuki
benda asing.
Target sel HIV terutama adalah limfosit T helper, yang
dikenal sebagai sel pemberi komando awal untuk memulai suatu
rantai reaksi kekebalan tubuh. Kalau sel T. helper ini lumpuh
akibat infeksi HIV, maka sistem kekebalan tubuhpun tidak
melakukan reaksi Mau dalam keadaan defisiensi. Akibatnya,
penderita AIDS mudah mendapat infeksi oportunistik (yaitu
suatu kondisi di mana tubuh dapat menderita suatu infeksi oleh
kuman yang normalnya tidak menyebabkan penyakit, misalnya
Pneumocystis carinii, jamur) atau bertambah beratnya suatu
penyakit yang semula hanya ringan saja (tbc). Sehingga pada
permulaan penyakit penderita AIDS sulit didiagnosis secara
Minis, bahkan dapat meninggal tanpa diketahui penyakitnya.
Patogenesis HIV dimulai pada saat virus masuk ke dalam
suatu sel induk(Iimfosit T helper). RNA dari HIV mulai mem-
bentuk DNA dalam struktur yang belum sempurna, disebut pro-
viral DNA, yang akan berintegrasi dengan genome sel induk
secara laten (lama). Karma DNA dari HIV bergabung/integrasi
dengan genome sel induknya (limfosit T helper) maka setiap
kali sel induk berkembang biak, genom HIV tersebut selalu.
ikut memperbanyak diri dan akan tetap dibawa oleh sel induk
ke generasi berikutnya. Oleh karena itu dapat dianggap bahwa
sekali mendapat infeksi virus AIDS maka orang tersebut
selama hidupnya akan terus terinfeksi virus, sampai suatu saat
(bagian LTR) mampu membuat kode dari messenger RNA
(cetakan pembuat gen) dan mulai men jalankan proses
pengembangan partikel virus AIDS generasi baru yang mampu
ke luar dan sel induk dan mulai menyerang sel tubuh lainnya
untuk menimbulkan gejala umum penyakit AIDS (full blown).
Setelah HIV masuk ke dalam tubuh, perjalanan penyakit
AIDS dimulai dengan masa induksi (window period), yaitu
penderita masih tampak sehat, dan hasil pemeriksaan darah juga
masihnegatif, Setelah 2­3 bulan,perjalanan penyakitdilanjutkan
dengan masa inkubasi, yaitu penderita masih tampak sehat,
setapi kalau darah penderita kebetulan diperiksa (test ELISA
dan Western Blot) maka hasilnya sudah positif. Lama masa
inkubasi bisa 5­10 tahun tergantung umur (bayi lebih cepat)
dan cars penularan penyakit (tewat transfusi atau hubungan
seks). Kemudian penderita masuk ke masa gejala klinik berupa
ARC (AIDS Related Complex) seperti misalnya : penurunan
berat badan, diare) dan akhirnya dilanjutkan dengan gejala
AIDS berupa infeksi oportunistik seperti tbc, jam ur, kanker
kulit, gangguan saraf dan lain-lain sampai meninggal.
PEMERIKSAAN SEROLOGI HIV
Berdasarkan pengamatan atas penderita AIDS secara terus
menerus selama sakitnya maka dapat dibuat suatu hipotesa
Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992
14
background image
mengenai lama dan relatif konsentrasi antigen (HIV) dan anti-
bodi dalam darah penderita. Gambaran parameter serologi in-
feksi HIV­1 tampak pada Grafik 1, dan dapat dipakai sebagai
patokan dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi HIV.
Grafik 1. Parameter Serologi Infeksi 11IV­1 Konsentrasi Relatif
Sumber : Abbott Diagnostic Div.
Pada bulan pertama setelah terjadi infeksi, dalam darah
penderita masih ditemukan virus HIV (viremia pertama). Pe-
meriksaan untuk isolasi HIV pada periode ini sangat jarang
berhasil, karena sulit mengetahui kapan infeksi terjadi, lagi
pula viremia hanya berlangsung sebentar, sekitar 2 bulan. Pada
akhir bulan ke 2 tubuh mulai membentuk antibodi terhadap
envelope dan disusul dengan pembentukan antibodi terhadap
core (inti). Pada saat itu pemeriksaan antibodi HIV mulai
menjadi positif untuk jangka waktu lama, kecuali pada antibodi
terhadap core yang dapat menurun setelah beberapa tahun
kemudian, tergantung dari frekuensi infeksi ulang. Ini berarti
bahwa selama paling sedikit 2 bulan penderita tampak sehat
dan dalam darahnya antibodi HIV tidak terdeteksi oleh
pemeriksaan serologi; periode ini disebut window period.
Setelah 5­10 tahun HIV mulai ditemukan dalam darah
untuk kedua kalinya (viremia kedua), di samping itu juga
ditemukan antibodi terhadap envelope. Tampak bahwa antibodi
terhadap envelope selalu dapat ditemukan dalam darah
dibanding dengan antibodi terhadap core.
Pemeriksaan antibodi HIV paling banyak menggunakan
metoda ELISA/EIA (enzyme linked immunoadsorbent assay).
ELISA pada mulanya digunakan untuk skrening darah donor
dan pemeriksan darah kelompok risiko tinggi/tersangka AIDS.
Pemeriksaan ELISA harus menunjukkan hasil positif 2 kali (re-
aktif) dari 3 test yang dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan
pemeriksaan konfirmasi yang biasanya dengan memakai
metoda Western Blot. Test
'
konfirmasi lain yang jarang dipakai
lagi adalah RIPA (Radioimmunoprecipitation Assay), IFA (Im-
munofluorescence Antibody Technique).Berbagai macam test
konfirmasi tersebut tidak lebih sensitif dari ELISA, sulit diker-
jakan, mahal, lama dan masih dapat memberi hasil tidak benar,
false positive, false negative, indeterminate. Penggabungan test
ELISA yang sangat sensitif dan Western Blot yang sangat
spesifik mutlak dilakukan untuk menentukan apakah seseorang
positif AIDS.
Pemeriksaan ELISA/EIA
ELISA dari berbagai macam kit yang ada di pasaran mem-
punyai cara kerja hampir sama. Pada dasarnya, diambil virus
HIV yang ditumbuhkan pada biakan sel, kemudian dirusak dan
dilekatkan pada biji-biji polistiren atau sumur microplate. Se-
rum atau plasma yang akan diperiksa, diinkubasikan dengan
antigen tersebut selama 30 menit sampai 2 jam kemudian
dicuci. Ella terdapat IgG (immunoglobulin G) yang menempel
pada bijibiji atau sumur microplate tadi maka akan terjadi
reaksi pengikatan antigen dan antibodi. Antibodi anti-IgG
tersebut terlebih dulu sudah diberi label dengan enzim (alkali
fosfatase, horseradish peroxidase) sehingga setelah kelebihan
enzim dicuci habis maka enzim yang tinggal akan bereaksi
sesuai dengankadar IgG yang ada, kemudian akan berwarna
bila ditambah dengan suatu substrat. Sekarang ada test EIA
yang menggunakan ikatan dari heavy dan light chain dari
Human Immunoglobulin sehingga reaksi dengan antibodi dapat
lebih spesifik, yaitu mampu mendeteksi IgM maupun IgG.
Pada setiap tes selalu diikutkan kontrol positif dan negatif
untuk dipakai sebagai pedoman, sehingga kadardi atas cut-off
value atau di atasabsorbance level spesimen akan dinyatakan
positif. Biasanya lama pemeriksaan adalah 4 jam. Pemeriksaan
ELISA hanya menunjukkan suatu infeksi HIV di masa lampau.
Tes ELISA mulai menunjukkan hasil positif pada bulan ke
2­3 masa sakit. Selama fase permulaan penyakit (fase akut)
dalam darah penderita dapat ditemukan virus HIV/partikel HIV
dan penurunan jumlah sel T4 (Gratik). Setelah beberapa hari
terkena infeksi AIDS, IgM dapat dideteksi, kemudian setelah 3
bulan IgG mulai ditemukan. Pada fase berikutnya yaitu pada
waktu gejala major AIDS menghilang (karena sebagian besar
HIV telah masuk ke dalam sel tubuh) HIV sudah tidak dapat
ditemukan lagi dari peredaran darah dan jumlah $el T4 akan
kembali ke normal.
Hasil pemeriksan ELISA harus diinterpretasi dengan hati-
hati, karena tergantung dari fase penyakit. Pada umumnya,
hasil akan positifpada lase timbul gejalapertama AIDS (AIDS
phase) dan sebagian kecil akan negatif pada fase dini AIDS
(Pre AIDS phase).
Beberapa hal tentang kebaikan test ELISA adalah nilai
sensitivitas yang tinggi : 98,1% ­ 100%, Western Blot memberi
nilai spesifik 99,6% ­ 100%. Walaupun begitu, predictive value
hasil test positif tergantung dari prevalensi HIV di masyarakat.
Pada kelompokpenderita AIDS,predictive positive value adalah
100% sedangkan pada donor darah dapat antara 5% ­ 100%.
Predictive value dari hasil negatif ELISA pada masyarakat
sekitar 99,99% sampai 76,9% pada kelompok risiko tinggi.
Di samping keunggulan, beberapa kendala path test ELISA
yang perlu diperhatikan adalah :
1)
Pemeriksaan ELISA hanya mendeteksi antibodi, bukan
antigen (akhir-akhir ini sudah ditemukan test ELISA untuk
antigen). Oleh karena itu test uji baru akan positif bila
penderita telah mengalami serokonversi yang lamanya 2­3
bulan sejak terinfeksi HIV, bahkan ada yang 5 bulan atau lebih
(pada keadaan immunocompromised). Kasus dengan infeksi
HIV laten dapat temp negatif selama 34 bulan.
2)
Pemeriksaan ELISA hanya terhadap antigen jenis IgG. Pen-
Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 15
background image
derita AIDS pada taraf permulaan hanya mengandung IgM, se-
hingga tidak akan terdeteksi. Perubahan dari IgM ke IgG mem-
butuhkan waktu sampai 41 minggu.
3)
Pada umumnya pemeriksaan ELISA ditujukan untuk HIV­
1. Bila test ini digunakan pada penderita HIV-2, nilai positifnya
hanya 24%. Tetapi HIV­2 paling banyak ditemukan hanya di
Afrika.
4)
Masalah false positive pada test ELISA. Hasil ini sering
ditemukan pada keadaan positif lemah, jarang ditemukan pada
positif kuat. Hal ini disebabkan karena morfologi HIV hasil
biakan jaringan yang digunakan dalam test kemurniannya ber-
beda dengan HIV di alam. Oleh karena itu test ELISA harus
dikorfirmasi dengan test lain.
Tes ELISA mempunyai sensitifitas dan spesifisitas cukup
tinggi walaupun hasil negatif tesini tidakdapatmenjamin bahwa
seseorang bebas 100%dari HIV
1
terutama pada kelompok resiko
tinggi.
Akhir-akhir ini test ELISA telah menggunakan
recombinant antigen yang sangat spesifik terhadap envelope
dan core. Antibodi terhadap envelope ditemukan pada setiap
penderita HIV stadium apa saja (Graf k). Sedangkan antibodi
terhadap p24 (proten dari core) bila positif berarti penderita
sedang mengalami kemunduran/deteriorasi.
Pemeriksaan Western Blot.
Pemeriksaan Western Blot cukup sulit, mahal, interpreta-
sinya membutuhkan pengalaman dan lama pemeriksaan sekitar
24 jam.
Cara kerja test Western Blot yaitu dengan meletakkan HIV
murni pada polyacrylamide gel yang diberi anus elektroforesis
sehingga terurai menurut berat protein yang berbeda-beda,
kemudian dipindahkan ke nitrocellulose. Nitrocellulose ini
diinkubasikan dengan serum penderita. Antibodi HIV dideteksi
dengan memberikan antlbodi anti-human yang sudah dikon-
jugasi dengan enzim yang menghasilkan wama bila diberi suatu
substrat. Test ini dilakukan bersama dengan suatu bahan
dengan profil berat molekul standar, kontrol positif dan negatif.
Gambaran band dari bermacam-macam protein envelope dan
core dapat mengidentifikasi macam antigen HIV. Antibodi
terhadap protein core HIV (gag) misalnya p24 dan protein
precursor (p25) timbul pada stadium awal kemudian menurun
pada saat penderita mengalami deteriorasi. Antibodi terhadap
envelope (env) penghasil gen (gp160) dan precursor-nya
(gp120) dan protein transmembran (gp4l) selalu ditemukan
pada penderita AIDS pada stadium apa saja. Beberapa protein
lainnya yang sering ditemukan adalah: p3 I, p51, p66, p14, p27,
lebih jarang ditemukan p23, p15, p9, p7.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa bila serum mengan-
dung antibodi HIV yang lengkap maka Western blot akan
memberi gambaran profil berbagai macam band protein dari
HIV antigen cetakannya.
Definisi hasil pemeriksaan Western Blot menurut profit dari
band protein dapat bermacam-macam, pada umumnya adalah :
1)
Positif :
a. Envelope : gp4l, gpl2O, gp160
b. Salah satu dari band : p 15, p 17, p24, p31, gp4l, p51, p55,
p66.
2)
Negatif :
Bila tidak ditemukan band protein.
3)
Indeterminate
Bila ditemukan band protein yang tidak sesuai dengan profil
positif.
Hasil indeterminate .diberikan setelah ditest secara duplo
dan penderita diberitahu untuk diulang setelah 2­3 bulan. Hal
ini mungkin karena infeksi masih terlalu dini sehingga yang
ditemukan hanya sebagian dari core antigen (p17, p24, p55).
Akhir-akhir ini hasil positif diberikan bila ditemukan
paling tidak p24, p31 dan salah satu dari gp41 atau gpl60.
Dengan makin ketatnya !criteria Western Blot maka spesi-
fisitas menjadi tinggi, dan sensitifitas turun dari 100% dapat
menjadi hanya 56% karena hanya 60% penderita AIDS mem-
punyai p24, dan 83% mempunyai p31. Sebaliknya cara ini
dapat menurunkan angka false positive pada kelompok risiko
tinggi, yang biasanya ditemukan sebesar 1 di antara 200.000
test padahal test tersebut sudah didahului dengan test ELISA.
Besar false negative Western Blot belum diketahui secara pasti,
tapi tentu tidak not. False negative dapat terjadi karenakadar
antibodi HIV rendah, atau hanya timbul band protein p24 dan
p34 saja (yaitu pada kasus dengan infeksi HIV­2). False
negative biasanya rendah pada kelompok masyarakat tetapi
dapat tinggi pada kelompok risiko tinggi.
Cara mengatasi kendala tadi adalah dengan menggunakan
recombinant HIV yang lebih murni.
KESIMPULAN
Penyakit AIDS sulit dikenal dari gejala klinis saja. Masa
inkubasi penyakit lama, dan selama itu penderita tampak sehat.
Penyakit baru mulai dikenal setelah sampai pada stadium lanjut
dan sudah sempat menyebar ke banyak orang lain.
Pemeriksaan serologi HIV adalah salah satu cara untuk
mendeteksi penyakit HIV secara dini.
Dua macam pemeriksaan, ELISA dan Western Blot adalah
pemerksaan serologi HIV yang dapat dikerjakan di Indonsia
dan telah memenuhi kriteria WHO untuk menunjang upaya
konfirmasi kasus, menentukan keadaan pengidap, skrining
darah donor dan survei pada kelompok risiko tinggi AIDS.
KEPUSTAKAAN
1.
Weber IN, Weiss RA. HIV Infection : the cellular pricture, Scient Am
(Oct) 1988; 61-87.
2.
Heseltine WA, Wong-Staal F. The molecular biology of the AIDS virus,
Scient Am (Oct) 1988; 34-42.
3.
Essex M, Kanki PI. The origin of the AIDS virus, Scient Am (Oct) 1988;
44-51.
4.
Penny R. The natural history of HIV infection. First Asia-Pacific Congress
of Medical Virology. Singapore, 6-11 Nov 1988.
5.
Allain JP. Laboratory diagnosis of HIV infection. First Asia-Pacific Con-
gress of Medical Virology. Singapore, 6-11 Nov 1988.
6.
Chermann IC, Barrie-Sinoussi F. LAV virus, the aetiological agent of
AIDS, Diagnostic Pasteur, 1988, p. 5-9.
7.
Gadelle S, Rey F. Westem-Blot Application : detection of LAV/HTLVIII
antibodies, Diagnostic Pasteur, 1988, p. 18-9.
8.
Jackson JB, Balfour HH. Practical diagnostic testing for Human Immuno-
deficiency Virus. Clin. Microbiol. Rev. (Jan) 1988; 124-38.
Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992
16

1 komentar:

  1. dokter,...sy mahasiswa kedokteran bisa minta tentang jurnal hiv/aids tahun 2008 - 2013 kah emailkan ke Raya_starz@yahoo.co.id

    BalasHapus